Senin, 24 Mei 2010


Kabarnya banyak siswi SMU yang tidak lulus ujian nasional tahun ini. Tentunya banyak fakor penyebabnya. Salah satunya mungkin saja seperti yang para siswi lakukan pada foto-foto di bawah.
1. Siswi SMU difoto sambil mengangkat rok

Siswi SMU
2. Siswi SMU difoto sambil memperlihatkan celana dalam
Siswi SMU gokil
3. Iseng mencorat-coret pahanya
Siswi SMU iseng
4. Siswi SMU difoto sama Om-Om
Siswi SMU sama Om-Om
sumber: http://www.blogotainmen.com/begini-nih-kelakuan-siswi-smu-jaman-sekarang-pantas-banyak-yang-gak-lulus/

Senin, 17 Mei 2010


Tulisan ini benar-benar terlambat. Namun, walaupun sudah sering dan bahkan sudah cukup lama diberitakan, saya masih menerima email pertanyaan mengenai mayat berjalan tanah Toraja. Awalnya, saya sama sekali tidak berniat untuk menulis soal ini karena saya enggan mengomentari soal-soal mistik. Tapi, sepertinya pertanyaan yang masuk rata-rata berkisar pada masalah foto. Jadi, saya menghabiskan dua hari ini untuk mencari informasi mengenai Toraja dan berusaha menjawab pertanyaan apakah foto itu menunjukkan mayat yang berjalan di tanah Toraja?


Jadi, sayapun memutuskan untuk menulis soal ini. Namun, saya hanya akan membatasi soal foto sang mayat. Ada dua pertanyaan yang akan saya jawab.

  1. Apakah foto itu menunjukkan prosesi mayat yang sedang berjalan?
  2. Kalau tidak menunjukkan mayat yang sedang berjalan, prosesi apakah yang sedang tergambar di foto tersebut?
(Warning: Tulisan ini berisi foto-foto yang kurang menyenangkan untuk dilihat. Jadi, kalau kalian yang membaca ini sedang makan, sebaiknya kalian selesaikan dulu, baru membaca)

Sebelumnya, mari kita lihat kutipan dari kisah yang beredar luas. Ada beberapa versi yang beredar. Namun, saya akan mengutip dari email yang saya terima dari pembaca.
Konon disebuah gua di desa Sillanang sedjak tahun 1905 telah ditemukan majat manusia jang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Majat itu tidak dibalsem seperti jang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh.
Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada sematjam zat digua itu jang chasiatnja bisa mengawetkan majat manusia. Kalau sadja ada ahli geologi dan kimia jang mau membuang waktu menjelidiki tempat itu, agaknja teka teki gua Sillanang dapat dipetjahkan.
Di samping majat jang anti husuk, ada pula majat manusia jang bisa berdjalan diatas kedua kakinja, bagaikan orang hidup jang tidak kurang suatu apa. Kalau mau ditjari djuga perbedaannja, ada, tapi tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon, sang majat berdjalan kaku dan agak tersentak-sentak.
Dan dalam perdjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup jang mengawalnja, sampai ketudjuan achir jaitu rumahnja sendiri. Mengapa harus demikian?
Tjeritanja begini. Orang-orang Toradja biasa mendjeladjah daerahnja jang bergunung-gunung dan banjak tjeruk itu hanja dengan berdjalan kaki. Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau jang sematjamnja. Nah dalam perdjalanan jang berat itu kemungkinan djatuh sakit dan mati selalu ada.
Supaja majat tidak sampai ditinggal didaerah jang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang jang meninggal) dan djug supaja ia tidak menjusahkan manusia lainnja (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sedjenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, majat diharuskan pulang berdjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannja didalam rumahnja sendiri.
Tulisan di atas kemudian disertai dengan sebuah foto.

Membaca kalimat di atas, saya cukup heran dengan ejaan yang digunakan. Namun, ternyata berita tersebut memang dimuat di berbagai blog dengan ejaan seperti itu. Mengapa ini bisa terjadi?



Jawabannya cukup sederhana.

Tulisan ini pertama kali dimuat di internet oleh 
torajacybernews.blogspot.comdan disitu disebutkan kalau tulisan itu adalah saduran dari sebuah tulisan lama bertanggal 19 Februari 1972.

Ejaan yang kita kenal sekarang atau Ejaan yang disempurnakan (EYD) diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus 1972. Dengan demikian, cerita di atas masih menggunakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Republik.

Jadi, sekarang kalian tahu mengapa tulisan di atas menggunakan ejaan yang cukup asing.

Karena itu pula, foto tersebut tidak berkaitan dengan isi tulisan itu karena foto tersebut jelas bukan berasal dari kamera tahun 1972.
Nah, sekarang masuk ke pertanyaan pertama: apakah foto di atas menunjukkan foto mayat berjalan?

Menurut saya Tidak.

Apa yang terjadi sebenarnya adalah sebuah prasangka. Bayangkan, sebuah artikel mengenai mayat berjalan yang disertai sebuah foto 
mayat yang sedang berdiri. Bukankah itu akan membuat kita menganggapnya sebagai foto mayat berjalan? Walaupun sebenarnya belum tentu.

Contoh lain: Misalnya, ada sebuah berita mengenai seorang perampok yang tertangkap polisi. Lalu pada berita tersebut, dilampiri sebuah foto yang menunjukkan seorang pria bertampang sangar. Apa yang terpikir oleh kalian?

Kalian akan menganggap pria itu sebagai perampok yang tertangkap. Padahal bisa saja ia adalah polisi berpakaian preman yang telah menangkap perampok itu.

Soal prasangka seperti ini sudah pernah saya bahas sedikit di postingan mengenai 
penemuan jejak tapak kaki raksasa di Aceh.

Coba lihat foto di atas. Ada dua hal yang bisa menjadi petunjuk.
Pertama, mayat wanita tersebut terlihat seperti mumi. Ini artinya ia telah meninggal dalam waktu yang cukup lama.

Kedua, pada foto itu, terlihat adanya sebuah peti mati di kanan bawah. Peti mati tersebut terlihat kotor. Ini menunjukkan kalau peti mati itu telah digunakan untuk waktu yang cukup lama.


Kedua petunjuk ini bertentangan dengan cerita mengenai mayat berjalan di atas. Di cerita itu, dikisahkan kalau orang Toraja yang merantau dan meninggal dalam perjalanannya, supaya tidak meninggal di tanah asing dan tidak merepotkan orang lain, dengan suatu ilmu gaib akan dibuat berjalan sendiri hingga sampai ke rumahnya untuk mendapatkan proses pemakaman yang layak.
Itu artinya, mayat berjalan Toraja adalah mayat yang masih barumeninggal dan belum pernah ditaruh ke dalam peti. Ini tidak sesuai dengan foto yang kita miliki.

Lagipula, torajacybernews tidak pernah menyebutnya sebagai foto mayat berjalan.
Lalu, pertanyaan keduanya. Jika bukan menunjukkan mayat berjalan, prosesi apakah yang ditunjukkan oleh foto di atas?
Saya percaya kalau foto tersebut menunjukkan bagian dari tradisi Toraja yang disebut Ma'nene, sejenis tradisi penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal. Bagian dari tradisi ini adalah mengeluarkan jenazah anggota keluarga yang telah lama meninggal dari makam dan mengganti pakaiannya sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.

Tradisi Ma'nene pernah ditulis secara singkat oleh 
liputan6.com pada bulan Agustus 2005. Dari tulisan yang dibuat oleh Liputan6.com tersebut, sepertinya ada deskripsi yang mirip dengan apa yang tergambar di foto kita. Ini kutipannya:
Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menjalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan, keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu--leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu--diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.
Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya. 
Kutipan selanjutnya:
Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.
Selain di liputan6.com, saya menemukan tulisan lain mengenai proses penggantian pakaian jenazah yang ditulis oleh Eko Rusdianto diekorusdianto.blogspot.com. Eko bahkan melampirkan dua foto yang menunjukkan prosesi yang sangat mirip dengan yang tergambar di foto kita.

Eko menceritakan mengenai mayat yang sedang dibersihkan:
Namanya Bapak Lambaa, meninggal usia 70 tahun. Tingginya sekitar 165 cm. Keluarganya menggulung celana dengan perlahan hingga lutut. Yang lain ikut mendandani Ambe Lambaa. Pakaian usang yang dikenakannya bertahun-tahun sekarang ikut diganti. Kaos kaki, jas, celana luar dan dalam. Hingga rambut harus disisir.
Kini bapak Lambaa kembali menggunakan pakaian bersih. Perlahan-lahan ditidurkan kembali pada rumah petinya.
Jadi, bukankah foto misterius kita lebih sesuai dengan deskripsi jenazah yang sedang dibersihkan dan diganti pakaiannya dibanding mayat berjalan?

Namun, sebelumnya, saya perlu menegaskan kalau saya sama sekali tidak kesulitan menerima ide adanya ilmu gaib yang bisa membuat mayat berjalan sendiri. Jadi, tulisan ini tidak bermaksud untuk menyangkal adanya tradisi itu.

Seperti yang saya katakan di atas, semua ini hanya pendapat saya pribadi. Jika berbicara soal tradisi daerah, saya yakin, pembaca yang asli Toraja akan lebih mengerti. Jadi, jika saya melakukan kesalahan dalam tulisan ini, dengan senang hati saya menerima koreksi.

Jumat, 07 Mei 2010



















Kulit selembut salju, pipi montok, jari-jari mungil, bibir yang seperti kuntum mawar…uhh..seperti tak cukup rasanya memuji-muji seorang bayi yang baru lahir. Foto-foto karya Tracy Raver dan Kelley Ryden ini, adalah foto-foto bayi-bayi cantik yang mewakili seluruh bayi yang baru lahir di dunia. Usia mereka tidak lebih dari 10 hari. Betapa cantiknya mereka kala tidur, mata terpejam dan senyum tersungging di bibir mungil..Foto-foto ini dibuat Tracey dan Kelley di studio mereka di Nebraska.http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-0850232F000005DC-262_634x527.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-08502494000005DC-481_634x437.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-08502174000005DC-494_634x429.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-08502603000005DC-961_634x408.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-085020AC000005DC-247_634x286.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-08502505000005DC-170_634x286.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-0850253D000005DC-222_634x592.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-0857EC73000005DC-701_634x866.jpg
http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2010/02/17/article-0-0857ED53000005DC-578_634x653.jpg

Kamis, 06 Mei 2010


Jangan berani-berani berenang di laut sekitar greenland, karena banyak ditemukan ikan-ikan menakutkan seperti ini berenang di laut dangkal


Anglerfish


Portuguese Dogfish


Anglerfish


Mediterranean Grenadier, or Rattail


Anglerfish (Chaenophryne longiceps)


Anglerfish, Lophius piscatorius—that's "monkfish" to seafood fans


Catshark


Chiasmodon harteli


Sabtu, 01 Mei 2010

Tenyata Lady Gaga suka juga ama Jeng Kelin

Sampe Bela-belain Tampil Mirip Jeng Kelin

Jeng Kelin


Lady Gaga
Pernahkah Anda bermimpi suatu saat mempunyai rumah mewah bahkan super mewah tiada duanya ? Dengan rumah yang besar dan halaman yang luas dilengkapi dengan kolam renang yang indah. Hmmm... Coba sekarang lihat gambar rumah super mewah yang dimiliki oleh seorangSheikh Zayed bin Sultan Al Nahyani.












Kota kuno Chachapoyas, negeri orang-orang awan yang hilang ratusan tahun lalu berhasil ditemukan. Sebutan "masyarakat awan" mungkin karena mengacu pada pegunungan andes yang selalu berselimut awan. Kehidupan dan kebudayaan kota kuno yang eksis sejak abad ke-9 ini, sampai sekarang masih misteri dan sulit diungkap karena mereka tidak banyak meninggalkan "catatan".
Meski hilang tanpa jejak selama ratusan tahun, namun jejak peradaban kota Chachapoyas yang kini masuk wilayah utara Peru, masih bisa ditemukan.

Deretan patung-patung menghadap ke matahari terbit yang terkenal dengan sebutan "prajurit awan" tetap berdiri tegak hingga kini. Patung-patung itu melambangkan keperkasaan masyarakat mereka di masa lalu.

Situs Karija ini dibangun hampir 1 milenium. Sebenarnya itu merupakan kuburan, setiap patung melambangkan tokoh yang di makamkan di sana. Mungkin bisa dibilang mirip dengan situs-situs makam di Tanah Toraja, Sulawesi.
Patung-patung itu terbuat dari clay dan plant matt di mana di dalamnya berisi mumi para tokoh Chachapoya. Yang uniknya posisi patung berisi mumi itu sangat sulit dijangkau. Entah bagaimana masyarakat pada jaman itu membawa dan menempatkannya di sana. Sebab, telah diteliti, tidak ada jalan yang bisa diakses menuju tempat itu.

Kisah bangaimana kehidupan di Chachapoyas nyaris menjadi misteri karena tempatnya sangat terisolir. Kota kuno Chachapoyas yang hilang ini, ditemukan tahun 2008 di hutan lebat Amazon, yang sangat terisolir, oleh tim ekspedisi arkeologi. Jaraknya sekitar 500 km sebelah timur laut Lima.

Tim arkeologi menemukan benteng-benteng dari batu serta bangunan-bangunan yang berada di tepi jurang, sisa-sisa tembok yang memuat lukisan-lukisan yang di pahat di bebatuan. Mungkin ini dibangun mereka untuk melindungi dari musuh.
Sayangnya, tidak banyak yang tahu tentang keberadaan kota kuno ini. Hanya sedikit catatan tentang hal itu, termasuk tentang kebudayaan mereka yang berkembang di abad ke-9. Kenyataannya, kota kuno itu berada di puncak ketinggian. Diduga, kota di ketinggian itu sengaja dikembangkan untuk pertahanan terhadap musuh.

Akan tetapi nasib mereka menjadi tak menentu ketika kekaisaran Inca semakin berkembang dan berhasil menaklukkan mereka 500 tahun lalu. Meskipun bangsa Chachapoyas sempat memberi perlawanan keras, namun kekuatan Inca tak tertandingi.

Keberuntungan datang ketika Spanyol datang pada 1535. Sisa-sisa suku Chachapoyas berpihak pada Spanyol untuk berperang melawan suku Inca. Namun kemudian datang penyakit orang Eropa, yakni cacar, yang melenyapkan populasi mereka.


Penulis sejarah Cieza Pedro de León menulis, sosok orang-orang Chachapoyas berkulit putih dan tampan, kaum wanitanya cantik-cantik, itulah sebabnya banyak orang Inca ingin menjadikan mereka istri.

Makam tokoh orang-orang awan ini di chullas, di sisi tebing yang dicat dengan atap runcing, khususnya yang ditemukan di Revash. Namun yang paling mengesankan dari peninggalan konstruksi Chachapoyas adalah Kuelap, benteng monumental yang berada 9.500 meter di atas permukaan laut. Bangunan itu bagian luarnya dilindungi oleh batu-batu besar.

Di Kuelap ada sekitar empat ratus gedung yang mungkin ditempati oleh sekitar 3.500 jiwa. Bandingkan dengan bangunan milik bangsa Inca, Manchu Picchu yang terkenal. Kompleks ini (Kuelap) menunjukkan bahwa bangsa Chachapoyas pada 1000 tahun lalu telah mampu membuat suatu yang luar biasa.

Siapa yang tahu, apalagi yang akan ditemukan di pedalaman andes amazon? Semua memang masih misteri, seperti misteriusnya Chachapoyas. Minimnya catatan tentang suku ini memunculkan pesimis apakah bisa menguak kisah "orang-orang awan" ini.

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!