Minggu, 06 September 2009


Romans Cerpen ini terbatas untuk anggota Group Loviano

Besok Vina ulang tahun. Aku ingin merayakan bersamanya tepat di pergantian usianya malam nanti. Tapi Desi ingin menginap di apartemenku malam ini.

Desi telpon "Sayang kamu di apartmen kan, aku otw kesana sekarang ya.".

"Tapi.................", belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Desi sudah mematikan telpon.

"Huh, seperti biasa!", umpatku.

Aku kembali dilanda kebingungan.

Segera ku ambil kunci mobil dan bergegas keluar dari apartemen. Aku begini karena Aku sedang ingin meyendiri. Otakku telah penuh dengan keruwetan labirin cinta.

"Aku telah memilih untuk menjalani kisah ini. Apapun yang terjadi aku harus menerima resikonya", kataku dalam hati.

Aku dan Vina genap berhubungan selama 6bulan, dan selama itu pula Desi tidak mengetahuinya. Desi terlihat curiga, ataukah dia memang sudah mengetahuinya? Namun sampai saat ini Desi masih setia mendampingiku dan begitupun dengan Vina.

Aku begitu menikmati sensasi yang muncul saat bersama Vina. Perasaan takut ketahuan Desi justru membuatku tertantang. Sedangkan saat bersama Desi, sensasi itu muncul ketika aku membayangkan Vina yang terbakar api cemburu.

Mungkin aku sudah gila tapi memang begitulah adanya. Oh...Vina dan Desiku yang malang tapi sangat kucintai.

Aku memutuskan untuk bersama Vina malam ini. Aku akan mengajaknya menikmati pergantian usianya. Hanya berdua.

Kami meluncur ke bogor, menuju villa keluargaku dekat puncak pass. Di depan terbentang bantaran lampu-lampu kota yang indah, dengan bukit dan jejeran cemara yang menghitam gelap. Kami membeli bandrek, makan jagung bakar sambil menikmati malam.

"Vin, menurutmu, hubungan kita ini mau dibawa kemana?" ujarku serius sambil menatap kedua matanya.

"Entahlah Ian.......... Statusku belum memungkinkan buat aku untuk membawa hubungan kita ke arah yang lebih serius. Lagipula, kamu sendiri masih ada Desi kan?".

"iyaa", jawabku singkat.

Akh..sudahlah aku tidak mau merusak malam ini dengan topik pembicaraan yang hanya menimbulkan masalah. Sambil memeluk pinggangnya dari balik tubuhnya aku mengecup leher jenjangnya. "Seneng gag sayang aku ajak kamu kesini?" kataku mengalihkan ke topik.

Vina hanya mengangguk. Aku melirik jam di pergelangan tanganku. "Lima menit lagi...", gumamku.

Lima menit lagi Vina genap berusia 28 tahun.

Tiba-tiba, HPku berbunyi........

Desi menelpon, Aaargghhh...!!! Pasti dia di apartmen dan kebingungan mencariku. Aku ingin menjawab telpon tapi aku juga tak ingin merusak malam ini dengan menjawab telpon Desi. Akhirnya aku me-Non aktifkan Hp. "Koq dimatiin? siapa?" tanya Vina.

Aku bingung harus menjawab apa. Aku ingin menjaga perasaan Vina. Aku tak ingin kebahagiaannya malam ini harus lenyap karena telpon dari Desi.

"Gag ada namanya, sepertinya salah sambung Vin." kataku beralasan "Kamu kedinginan ya sayang, ini pake jaketku." Aku memakaikan jaket ke tubuh Vina yang terlihat kedinginan. Lalu aku memeluk erat tubuhnya.

"Happy birthday.............", kubisikkan ucapan selamat di telinganya. Ia membalikkan badannya dan menatapku.

"thanks beib, i love you. Aku seneng sekali." kata Vina lembut.

Malam itu, aku dan Vina menghabiskan waktu di Bogor. Untuk sesaat, aku bisa melupakan Desi yang mungkin sedang kebingungan mencariku.

embun pun berlalu meninggalkan kelam malam. semburat cahaya fajar tak menghapus aroma kesejukan pagi. aku pun masih memandangi wajahnya Vina. lekat-lekat.

"Kamu ke mana aja semalam? Aku nyariin kamu ke mana-mana! Mau kamu itu apa sih? Kenapa gak ngasih kabar?", tanya Desi ketika aku menelponnya setelah kembali dari Bogor bersama Vina.

"aku ke luar kota beib, hapeku low bat. Lupa bawa charger".

"Ah, alesan," Desi menjerit. Suaranya cempreng seperti bunyi kaleng.

"yah, ga percaya.. tu buktinya hape ku kemaren ga aktif", jawabku bernada canda

"Ya udah. Aku ke tempatmu sekarang. Awas klo sampe kamu gak ada di sana", kata Desi setengah mengancam.

"iya.. iyaa.. aku tunggu kamu deh honey, see yaa...".

Setengah jam kemudian, Desi tiba di apartemenku. Untunglah semua jejak yang ditinggalkan Vina di apartemenku sudah kusingkirkan. Entah kenapa, aku merasa tidak menginginkan kehadiran Desi malam ini. Yang ada dalam pikiranku hanya Vina.

Ya, cuma Vina. Bukan yang lain. Tentu saja bukan Vina Panduwinata maksudku. Ini Vina pujaan hatiku.

Vina yang ini Vinaku, bukan Vinamu atau Vina mereka. Dan mendadak dalam perutku seperti ada benda yang ingin dikeluarkan.

"addooh.. sakit perut..", pikirku sambil berlalu ke kamar mandi.

Tidak ada yang istimewa hari ini. Hanya sekedar menghabiskan waktu bersama Desi. Tubuhku memang berada di sampingnya, tapi hanya wajah Vina yang bermain di dalam otakku.

Imaji Vina menari-nari. Meliuk ke kiri dan ke kanan seperti sexy dancer kelas atas.

"beib, kamu kok ngelamun sih?",tanya desi memecah lamunanku.

Aku memandangnya. Ada sedikit perasaan bersalah yang muncul melihat wajah manisnya.

"kenapa... ngomong dong sama aku". aku pun masih memandang lekat desi. diam, tak terucap sepatah katapun.

Malam itu berlalu dengan meninggalkan secercah perasaan bersalah dalam hatiku. Aku mulai menimbang-nimbang untuk meninggalkan Desi dan menjadikan Vina sebagai pacar resmiku. Tapi aku masih belum mampu meninggalkan Desi sepenuhnya.

Sudah seminggu ini ku jalani dengan menyendiri. Menghilang dari Vina dan Desi. Mungkin otak dan hatiku perlu dijernihkan.

Warung-warung kopi dengan fasilitas hotspot menjadi tempat pelarianku. Hingga suatu hari, aku melihat Vina sedang berada di sebuah warung kopi yang kusinggahi. Bersama seorang wanita yang terlihat sedikit tomboy.

Wanita itu duduk di pojok berlindung dalam gelap. Ia sendirian hanya ditemani segelas kopi dan berpuntung-puntung batang rokok di asbak.

tak lama setelah ditinggal teman wanitanya yang pergi meninggalkannya sendiri.

Aku ingin menghampirinya tapi sebelum aku beranjak mendekatinya, wanita tomboy yang bersamanya tadi datang lagi. Aku sangat terkejut melihat wanita itu menghampiri Vina dan mengecup bibirnya.

Dadaku bergemuruh hebat menyaksikan itu. "Woooi...gue juga mauuu!!!" pekikku, tapi dalam hati saja.

Aku tak percaya dengan pandangan mataku. Jadi.......... "Benarkah Vina telah menjadi penyuka sesama jenis?", ucapku dalam hati.

Hatiku mulai gundah. "Apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya, pokoknya gue kudu nyegah si Vina, jangan sampe kayak gitu" tekadku.

Beberapa saat kemudian, teman wanitanya itu kembali meninggalkan dia sendirian. Aku menghampirina. "Hi Vin........", sapaku. Vina terkejut. Mungkin dia tidak menduga kalau aku akan ada di situ.

"hei be... ib... kamu kok... dsini say?".

Aku duduk di hadapannya. "Aku udah lihat semuanya. Knp Vin? Knp kamu harus seperti ini?", tanyaku. Vina tidak menjawab. Dia tertunduk dan menangis.

aku pandangi vina lekat-lekat. Malam itu, ia bagai siluet diantara petang. Gelap, diantara cahaya.

Vina mengangkat kepalanya dan memandangku tajam. "Kenapa? Kamu gak suka? Tian, aku capek disakitin terus oleh laki2. Termasuk kamu ! Mungkin dengan begini, aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang selama ini aku cari".

"Aku tuh bingung ian.. bingung pada diriku, pada kamu, pada hidup ku yang.. ah sudahlah...".

"Aku tahu, aku belum bisa memberikan kebahagiaan sepenuhnya kepadamu. Tapi, ini hanya soal waktu Vin", kataku berusaha meyakinkan Vina

"kamu bohong! kamu tuh ga pernah ngertiin aku.. kamu tuh ga pernah bener-bener sayang sama aku. kamu lebih care sama dia, desi".

"Gak gitu Vin. Bagaimanapun aku harus bagi waktuku untuk kamu dan juga untuk Desi. Satu hal yang harus kamu tahu, saat ini aku lebih sayang kamu daripada Desi. Kalau memang kamu mau miliki aku sepenuhnya, aku akan..............",

"AKAN MUTUSIN DESIII.... HAH??".

Aku terkejut. Aku memang ingin mengatakan itu tapi kata-kata itu terlalu sulit untuk kuucapkan. "Mmmm.... mmmmmm....", aku gelagapan di-skak mat seperti ini.

"kamu gag bisa ngomong kan? aku tau itu Ian... aku mengenal mu...". Kudengar Vina lirih mengucapkannya.

"Baiklah kalau itu memang yang kamu inginkan. Aku akan mutusin desi. Tapi tidak malam ini. Aku akan menemui dia dan mengakhiri hubunganku dengannya. Setelah itu, aku milikmu seutuhnya".

Aku mendengar isakan Vina yang kembali menyeruak. Ku tahu ini tak mudah baginya, tapi aku pun begitu. Tak mudah bagiku untuk mengambil keputusan itu. tapi baiklah...

"Tapi kamu harus janji juga, setelah aku mutusin Desi, kamu juga harus jadi milikku seutuhnya. Aku akan membantu mengurus perceraianmu dan kamu harus meninggalkan pasanganmu tadi. Gimana?".

"entahlah, semua terasa begitu gamang ian...".

"Kamu minta aku tegas kan? Kamu juga harus tegas. Gimana? Setuju?", desakku.

"baiklah... aku setuju. seharusnya sejak dari awal, kau mengatakan ini padaku ian.. sehingga aku tak perlu tersiksa karena mu.".

Aku tersenyum dan menarik Vina ke dalam pelukanku. "Aku akan memberikan kebahagiaan yang selama ini kamu cari", bisikku di telinganya.

cerpenista.com

Categories:

0 comments:

Posting Komentar

Feel Free to Comment this post

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!